Arsip Blog

Rabu, 17 Desember 2014

Refisi "Pendidikan : Memanusikan Manusia"

Ref Pendidikan Matematika 3/A
No. 33
PENDIDIKAN : MEMANUSIAKAN MANUSIA
“Memanusiakan manusia” merupakan kata yang sangat mencirikan kepada suatu aliran dalam kajian ilmu filsafat modern, yaitu aliran humanis. Aliran ini memandang manusia sebagai makhluk yang bermartabat  luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatannya mampu mengembangkan diri.
Aliran humanisme merupakan suatu gerakan intelektual dan kesusastraan pada prinsipnya merupakan aspek dasar dari gerakan Renaisanse (abad ke 14-16 M.) tujuan gerakan humanisme adalah melepaskan diri dari dominansi kekuasaan Gereja dan membebaskan akal budi dari aturan yang mengikat. Maka dalam batasan-batasan tertentu, segala bentuk kekuatan dari luar yang membelenggu kebebasan manusia harus segera dipatahkan.  Kebebasan merupakan tema terpenting dari humanisme, tetapi bukan kebebasan yang absolut, Kebanyakan tulisan humanistik awal diarahkan untuk melawan dogma agama. Sebagai contoh, para penulis abad 16 seperti Desiderius Erasmus dan Sir Thomas More memprotes gereja yang sering kali memerintahkan taat pada doktrin-doktrin agama, hal ini dianggap oleh para pemikir telah merusak martabat kemanusiaan dengan merampas kebebasan berpikir untuk diri sendiri.
Humanisme pada abad ke - 18 periode perkembangan dimasukan kedalam masa pencerahan. Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu dimana tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba kesempurnaan tujuan-tujuan pendidikan. Tulisan-tulisan Locke juga menggemakan pertanggungjawaban semacam itu di abad tersebut. Sebelum Locke, otoritas-otoritas politik dan agama seringkali menganggap masyarakat sudah jahat secara bawaan sejak lahir, karena itu perlu direpresi. Namun jika Locke benar bahwa masyarakat semata-mata produk lingkungan, maka satu-satunya kesempatan memang mengubah lingkungan untuk menyempurnakan masyarakat sehingga membuat represi tidak lagi dibutuhkan. Dan jika ketidaksetaraan bukan hal bawaan, melainkan produk dari kondisi yang ada, manusia bisa menghilangkannya.
Pada abad 20 terjadi perkembangan humanistik yang disebut humanisme kontemporer yang merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern. Ranah pendidikanpun menjadi fokus Jurgen Hubermas dalam mengembangkan teori pembelajaran yang dikaitkan dengan aliran humanistik yang memandang manusia sebagai makhluk yang bermartabat luhur, mampu mengembangkan diri, juga dapat menentukan nasibnya sendiri. Maka terciptalah suatu buah pikir dari Jurgen Hubermas suatu teori pembelajaran dalam dunia pendidikan yang dinamakan ‘Teori belajar humanistik’.
Teori belajar humanistik mengatakan bahwa setiap teori belajar dapat dijadikan acuan, asalkan tujuan dari pembelajaran tersebut ialah memanusiakn manusia itu sendiri. Walaupun dalam prakteknya teori pembelajaran ini sering kali dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Kedekatannya dengan kajian filsafat dari pada bidang pendidikan. Namun, teori ini dinilai ideal karena memanusiakan manusia dapat mendukungnya suatu pendidikan. Karena pada intinya pendidikan ialah diarahkan untuk membentuk manusia yang ideal, yang dicita-citakan. Maka dari itu sangat perlu diperhatikan perkembangannya oleh guru dalam merencanakan pembelajarannya.
Seseorang akan dapat belajar dengan baik apabila mempunyai pengertian tentang dirinya. Bahwa setiap manusia harus menyadari bahwa dirinya bermartabat luhur, mampu berkembang, menentukan pilihan dengan bebas, dan menyadari bahwa sebagai manusia dirinya mampu menentukan kemampuannya dengan mengaktualisasikan diri dalam bidang apapun. Dengan demikian teori humanistik dapat menjadi penjelas bagaimana tujuan tersebut dapat tercapai.
jika dikatakan di atas bahwa teori pembelajaran humanistik ini dipandang sulit dalam prakteknya. Karena memang belum adanya acuan atau pedoman baku terhadap pembelajaran yang sesuai teori humanistik ini. Namun diketahui bahwa teori pembelajaran humanistik menuntut siswanya berpikir induktif, dan siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Suciati dan Prasetya Irawan (2001) juga memberikan cara atau sedikit acuan dalam pembelajaran ini, yaitu:
a.       Menentukan materi pelajaran.
b.      Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
c.       Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
d.      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
e.       Membimbing siswa belajar secara aktif.
f.       Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
g.      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
h.      Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
i.        Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Ada pula Implikasi Teori Belajar Humanistik, sebagai berikut :
a.       Guru Sebagai Fasilitator.
b.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
c.       Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
d.      Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
e.       Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
f.       Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
g.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
h.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
i.        Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.


Jika kita lihat seksama dari panduan atau acuan penerapan teori belajar humanistik diatas, sekilas mungkin akan teringat kurikulum 2013 yang menjadikan guru sebagai fasilitator. Membiarkan siswa mengembangkan minat dan bakatnya dan menjadikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran, yang artinya siswa dituntut membangun dan mengembamgkan pengetahuannya, juga dituntut menjadi aktif dalam proses belajar. Hal ini pun sama dengan apa yang dicirikan oleh teori humanistik.
 Apabila dilihat dari kegunaannya “Memanusiakan manusia” ini menjadi sangat penting saat pendidikan terasa hambar dengan pembelajaran yang diberi hanya sekedar satu arah, yang menjadikan guru sebagai model tunggal dalam pengaplikasiannya. Padahal siswa yang seharusnya menjadi subjek dan bukan menjadi objek yang dianggap sebagai tong kosong yang ditetesi air oleh gurunya.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. Organis, harmonis, dinamis. Guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Manfaat dari humanistik ini akan sangat membantu para pendidik menyadari bahwa murid ialah manusia-manusia yang berharga dan berkembang, juga pendidik dapat memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas. Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterapkan kedalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini sangat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskan dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami kejiwaan manusia, menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti, tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaranm serta pengembangan alat evaluasi, kearah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.
Kelebihan dari teori belajar humanistik adalah
a.       Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena iker.
b.      Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola iker, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
c.       Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku

Kekurangan dari teori belajar humanistik adalah :
a.       Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar
b.      Terlalu memberi kebebasan pada siswa






DAFTAR PUSTAKA
Hatimah ihat dkk. (2009). Pembelajaran Berbasis Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Afid Burhanudin.2013. Penerapan Filsafat Humanistik dalam Pembelajaran.

Afni Nurul. 2013 Filsafat Humanistik dan Aplikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika. http://nurulafnisinaga.blogspot.com/feeds/6705527691965237235/comments/default     diakses pada 13 Oktober 2014

Adi Pustakawan. 2013. Filsafat Humanisme. http://adipustakawan01.blogspot.com/feeds/2748000894634305083/comments/default diakses pada 13 Oktober 2014
Tuan Guru. 2014. Pengertian humanisme.                             http://www.tuanguru.com/feeds/1999979952607394273/comments/default diakses pada 13 Oktober 2014





Tidak ada komentar:

Posting Komentar